Friday, April 13, 2012

Abdul Qadir Sarro, Tokoh Pramuka Sulsel

Makassar, Fajar Online (28/2). USIA senja belum menyurutkan semangat Abdul Qadir Sarro. Di usianya yang memasuki 89 tahun, dia tetap aktif di kepramukaan Sulsel.
Abdul Qadir Sarro, atau akrap disapa Qadir—tak lain adalah sosok pembina pramuka senior di Sulsel. Usia sudah tak muda lagi, 89 tahun. Saat ditemui di rumahanya Jl Rumah Sakit Islam Faisal XIV No 29 C, penampilan hari itu dia mengenakan simbol kebesarannya. Pakaian pramuka lengkap dengan lambang-lambangnya.
Qadir dan pramuka memang tak bisa dipisahkan. Sejak tahun 1960-an ini bapak 11 anak ini sudah malang melintang di dunia pramuka Sulsel.
“Awalnya saya kader Hizbul Wathan. Namun pada tahun
1961, oleh pemerintah Makassar semua pandu termasuk Hizbul Warhan, Muhammadiyah dan pandu lainnya diperintahkan bersatu dibawah organisari pramuka,” kisah Qadir.
Seiring berjalannya waktu, perbedaan ideologi membuat Hizbul Wathan memisahkan diri dengan pramuka. Berpisahnya Hizbul Wathan lantas tidak membuat Qadir sepenuhnya meninggalkan pramuka. Disamping tetap aktif di Hizbul Wathan, Qadir juga terus terlibat di kepramukaan.
“Waktu itu saya berkeyakinan bahwa pramuka menyimpan potensi besar untuk bangsa dan negara. Makanya saya tetap, terlibat dalam setiap kegiatan pramuka,” ujar Qadir.
Yang paling berkesan, bahkan terasa hingga saat ini. Qadir ternyata menemukan satu sikap positif yang diberikan oleh pramuka. Itulah kedisiplinan.
Menurut Qadir, kedisiplinan merupakan sikap utama penentu kesuksesan. Makanya, kayakinannya bahwa tak ada orang yang sudah bergelut di pramuka yang tidak bisa sukses, tetap dia pegang teguh.  “Anak saya yang sebelas orang ini, semua bisa bekerja karena pramuka,” bebernya.
Ketika ditemui, banyak hal yang Qadir sampaikan tentang kedisiplinan. Dia juga sempat menyinggung bahwa lemahnya pemerintahan hari ini salah satunya disebabkan kurangnya kedisiplinan pemimpin kita.
Khusus untuk pramuka saat ini, Qadir menilai kurang latihannya dan pembinaan. Menurut dia, pelatih saat ini kurang ikhlas dalam memberikan latihan. Jika dulunya, lanjut dia banyak pembina yang suka rela. Maka saat ini, dia menilai bahwa pembina baru mau bergerak jika ada uangnya.
“Siapa saja yang rajin maka dia pasti memiliki kedisiplinan hidup. Kalau dia berjanji, maka pantang untuk mengingkari,” kuncinya. (iad/aci)
Sumber : http://www.fajar.co.id/

0 comments:

Post a Comment